Pernah suatu hari, Fatimah telah menyebabkan Sayidina Ali tersinggung dengan kata-katanya. Karena menyadari kesalahannya itu, Fatimah segera meminta maaf berulang-ulang kali kepada suaminya. Namun ketika dia melihat raut wajah suaminya itu tidak juga berubah, maka kemudian dia bersama dengan anaknya berlari-lari mengelilingi suaminya seperti tawaf selama “ tujuh puluh kali “ sambil merayu-rayu memohon ma’af. Melihat aksi Fatimah itu, tersenyumlah Sayidina Ali dan kemudian memaafkan isterinya itu.
“ Wahai Fatimah, seandainya disaat itu engkau mati sedangkan Ali tidak memaafkanmu, maka niscaya aku tidak akan men-sholat-kan jenazahmu ” kata Rasulullah SAW memberi nasehat kepada puterinya itu ketika masalah itu sampai ke telinga beliau.
Begitu tinggi kedudukan seorang suami yang ditetapkan Allah SWT sebagai pemimpin bagi seorang isterinya. Oleh karena itu seorang isteri itu perlu berhati-hati dan sopan di saat berhadapan dengan suaminya. Apa yang dilakukan Fatimah itu bukanlah disengaja, dia juga tidak membentak-bentak, tidak marah-marah, tidak meninggikan suara, tidak bermasam muka, atau lain-lain yang menyusahkan Sayidina Ali. Namun meskipun demikian Rasulullah SAW tetap berkata begitu terhadap Fatimah dan memberikan nasehat kepada anaknya itu.
Ketika perang Uhud, Fatimah ikut merawat luka Rasulullah SAW dan dia juga turut bersama Rasulullah SAW ketika ayahandanya mengerjakan ‘Haji Wada’ pada akhir tahun 11 Hijrah. Dalam perjalanan haji terakhir ini Rasulullah SAW telah jatuh sakit, namun Fatimah tetap di sisi ayahandanya. Ketika Rasulullah SAW melihat Fatimah, beliau menyuruhnya duduk disamping kanannya dan membisikan sesuatu, sehingga Fatimah menangis dengan tangisan yang keras dan disaat Fatimah sedih lalu beliau membisikan sesuatu kepadanya yang menyebabkan Fatimah tersenyum. Ketika Aisyah bertanya tentang apa yang dibisiknnya, lalu Fatimah menjawab : ” Saya tidak ingin membuka rahasia”.
Namun setelah Rasulullah SAW wafat, Aisyah bertanya lagi kepada Fatimah tentang apa yang dibisikan Rasulullah SAW kepadanya, sehingga membuat Fatimah menangis dan tersenyum. Lalu Fatimah menjawab :
” Adapun yang beliau bisikan kepada saya pertama kali adalah beliau memberitahukan bahwa sesungguhnya malaikat Jibril telah membacakan Al Qur’an dengan hapalan kepada beliau setiap tahun sekali, namun sekarang dia membacakannya setahun 2 kali,
lalu beliau berkata “ Sungguh saya melihat ajalku telah dekat, maka bertakwalah dan bersabarlah, sebaik baiknya Salaf (pendahulu) untukmu adalah Aku.”. Maka akupun menangis yang engkau lihat saat kesedihanku. Dan saat beliau membisikan yang kedua kali,
beliau berkata : ” Wahai Fatimah apakah engkau tidak suka menjadi penghulu wanita-wanita penghuni surga dan engkau adalah orang pertama dari keluargaku yang akan menyusulku ”, kemudian saya tersenyum.
Fatimah meninggal dunia enam bulan setelah wafatnya Rasulullah SAW dalam usia 28 tahun (ada yang mengatakan 27 tahun) dan dia dimakamkan di Pekuburan Baqi di Madinah.
Demikianlah kisah seorang wanita utama, yang agung dan namanya selalu harum serta dapat dijadikan suri tauladan yang baik, khususnya bagi kaum wanita atau istri. Semoga kita hidup di dunia ini tidak berlaku sombong serta membanggakan diri atau bersenang-senang, sehingga melupakan akhirat. Namun sebaliknya kita harus senantiasa bersabar, ridho, takut dengan dosa, tawadhuk (merendahkan diri), tawakkal dan lain-lain.
Ujian-ujian itulah yang sangat mendidik agar selalu bertaqwa kepada Allah SWT, karena justru wanita yang sukses di dunia dan di akhirat adalah wanita yang hatinya dekat dengan Allah SWT.
“ Wahai Fatimah, seandainya disaat itu engkau mati sedangkan Ali tidak memaafkanmu, maka niscaya aku tidak akan men-sholat-kan jenazahmu ” kata Rasulullah SAW memberi nasehat kepada puterinya itu ketika masalah itu sampai ke telinga beliau.
Begitu tinggi kedudukan seorang suami yang ditetapkan Allah SWT sebagai pemimpin bagi seorang isterinya. Oleh karena itu seorang isteri itu perlu berhati-hati dan sopan di saat berhadapan dengan suaminya. Apa yang dilakukan Fatimah itu bukanlah disengaja, dia juga tidak membentak-bentak, tidak marah-marah, tidak meninggikan suara, tidak bermasam muka, atau lain-lain yang menyusahkan Sayidina Ali. Namun meskipun demikian Rasulullah SAW tetap berkata begitu terhadap Fatimah dan memberikan nasehat kepada anaknya itu.
Ketika perang Uhud, Fatimah ikut merawat luka Rasulullah SAW dan dia juga turut bersama Rasulullah SAW ketika ayahandanya mengerjakan ‘Haji Wada’ pada akhir tahun 11 Hijrah. Dalam perjalanan haji terakhir ini Rasulullah SAW telah jatuh sakit, namun Fatimah tetap di sisi ayahandanya. Ketika Rasulullah SAW melihat Fatimah, beliau menyuruhnya duduk disamping kanannya dan membisikan sesuatu, sehingga Fatimah menangis dengan tangisan yang keras dan disaat Fatimah sedih lalu beliau membisikan sesuatu kepadanya yang menyebabkan Fatimah tersenyum. Ketika Aisyah bertanya tentang apa yang dibisiknnya, lalu Fatimah menjawab : ” Saya tidak ingin membuka rahasia”.
Namun setelah Rasulullah SAW wafat, Aisyah bertanya lagi kepada Fatimah tentang apa yang dibisikan Rasulullah SAW kepadanya, sehingga membuat Fatimah menangis dan tersenyum. Lalu Fatimah menjawab :
” Adapun yang beliau bisikan kepada saya pertama kali adalah beliau memberitahukan bahwa sesungguhnya malaikat Jibril telah membacakan Al Qur’an dengan hapalan kepada beliau setiap tahun sekali, namun sekarang dia membacakannya setahun 2 kali,
lalu beliau berkata “ Sungguh saya melihat ajalku telah dekat, maka bertakwalah dan bersabarlah, sebaik baiknya Salaf (pendahulu) untukmu adalah Aku.”. Maka akupun menangis yang engkau lihat saat kesedihanku. Dan saat beliau membisikan yang kedua kali,
beliau berkata : ” Wahai Fatimah apakah engkau tidak suka menjadi penghulu wanita-wanita penghuni surga dan engkau adalah orang pertama dari keluargaku yang akan menyusulku ”, kemudian saya tersenyum.
Fatimah meninggal dunia enam bulan setelah wafatnya Rasulullah SAW dalam usia 28 tahun (ada yang mengatakan 27 tahun) dan dia dimakamkan di Pekuburan Baqi di Madinah.
Demikianlah kisah seorang wanita utama, yang agung dan namanya selalu harum serta dapat dijadikan suri tauladan yang baik, khususnya bagi kaum wanita atau istri. Semoga kita hidup di dunia ini tidak berlaku sombong serta membanggakan diri atau bersenang-senang, sehingga melupakan akhirat. Namun sebaliknya kita harus senantiasa bersabar, ridho, takut dengan dosa, tawadhuk (merendahkan diri), tawakkal dan lain-lain.
Ujian-ujian itulah yang sangat mendidik agar selalu bertaqwa kepada Allah SWT, karena justru wanita yang sukses di dunia dan di akhirat adalah wanita yang hatinya dekat dengan Allah SWT.
4 comments:
kasih di terima cz mengucapkan 'terima kasih sebab bace'..=))
Fatimah Az-Zahra ni contoh ikutan stiap Isteri + Anak yang terbaik. Sbb tu la bnyk kisah2 ttg Fatimah Az-Zahra ni :)
semoga dapat berjumpa dengan puteri Rasulullah ini disana... insyaAllah...
Post a Comment